IMPLEMENTASI
KUALITAS INSAN CITA DALAM MENCIPTAKAN PEMIMPIN MASA DEPAN
INDONESIA
Disusun Oleh:
Muhammad Alwi Hasbi
Silalahi
(Sebagai salah satu
syarat mengikuti LK III (Advance Training)
Badko HMI Kalimantan Barat)
HMI CABANG MEDAN
BADKO HMI SUMATERA
UTARA
2015
DAFTAR ISI
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang........................................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah...................................................................................................... 3
C. Tujuan
Pembahasan................................................................................................... 4
BAB II
ISI
A. Karakter
Manusia Indonesia...................................................................................... 5
B. Karakter
Muslim........................................................................................................ 6
C. Membentuk
karakter pencipta dan pengabdi............................................................. 9
D. Menyegarkan kembali HMI sebagai upaya
menciptakan
pemimpin
masa depan Indonesia............................................................................... 11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................................ 14
B. Saran.......................................................................................................................... 14
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................................... 15
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirrabbilalamin,
segala puji bagi Allah Tuhan seluruh sekalian alam. Sebagai umat Rasulullah,
sudah sepantasnya kita memberikan pujian dan sholawat kepadanya, Allhaummasholli ala saydana Muhammad.
Atas karunia keintelektualan dan kesehatan yang diberikan oleh Allah SWT,
penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Implementasi kualitas insan
cita dalam menciptakan pemimpin masa depan Indonesia” sebagai salah satu syarat
mengikuti Latihan Kader III (Advance
Training) Badko HMI Kalimantan Barat 2015
Terselesaikannya
makalah ini juga tidak luput dari dukungan orang terdekat penulis, yaitu:
1. Orang
tua saya yang telah melahirkan dan membesarkan saya sebagai muslim yang baik.
2. Ketua
HMI Cabang Medan 2014-2015, bung Mirza Zamzami S.E. Atas motivasi beliau saya
dapat terpacu untuk mengikuti Latihan Kader III (Advance Training)
3. Ketua
HMI Komisariat Fakultas Syariah IAIN SU 2014-2015, adinda Agus Partahanan
Hasibuan. Atas dukungan beliau, saya dapat yakin dan percaya untuk
menyelesaikan Training Formal di HMI.
4. Wabilkhusus,
rekan juang yang terus memotivasi saya
dan banyak memberi saran sehingga terselesaikanlah makalah ini.
Dengan
diselesaikannya makalah ini, penulis berharap makalah dapat bermanfaat untuk
orang-orang yang membacanya, khususnya kader HMI. Penulis juga berharap makalah
ini dapat memotivasi kader-kader HMI di seluruh Indonesia untuk terus
menjunjung tinggi semangat perkaderan. Yakin Usaha Sampai!
BAB I
PENDAHULUAN
D.
Latar
Belakang
Indonesia
merupakan salah satu negara terbesar di dunia lengkap dengan sumber daya alam
yang melimpah. Seharusnya dengan sumber daya alam yang berlimpah, sebuah negara
dapat memakmurkan rakyatnya. “Jauh panggang dari api”, Indonesia dengan segala
kelimpahan sumber daya alamnya tidak mampu memakmurkan rakyatnya. Jika berdasarkan data BPS, jumlah penduduk
miskin pada tahun 2014, presentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 11,25
persen atau 28,28 juta jiwa, maka pada 2015 ada tambahan penduduk miskin
sekitar 1,9 juta jiwa.
Kemudian,
mampu dianalisis bahwa tidak terwujudnya kemakmuran di Indonesia disebabkan
oleh tidak termanfaatkannya sumber daya alam secara maksimal. Tentang sumber
daya alam yang tak maksimal itu dipengaruhi langsung oleh pemimpin Indonesia
yang tidak mampu mengelolanya. Hal itu adalah tanggung jawab langsung pemimpin-pemimpin
di Indonesia.
Masalah
di atas adalah masalah terkait materi yang penyelesaiannya tidak sesulit
masalah-masalah inmateri yang ada. Masalah-masalah inmateri yang terindikasi
adalah krisis nasionalisme, kebangsaan dan masalah-masalah pluralitas. Untuk
menyelesaikan masalah inmateri butuh konsep dan komitmen yang terstruktur.
Besar biaya dan energi yang harus dikeluarkan. Contoh sederhananya, butuh
perbaikan radikal untuk pendidikan di Indonesia. Banyaknya masalah muncul dari degradasi kepemimpinan
di Indonesia yang akhirnya akan terakumulasi sebagai krisis kepemimpinan di
Indonesia.
Masalah-masalah
inmateri tersebut pasti dipengaruhi oleh karakter-karakter manusia karena
karakter akan membentuk pola tingkah. Karakter manusia Indonesia yang banyak
berkembang saat ini diantaranya adalah karakter pengikut, pengkhianat,
pendusta, hingga penjilat. Karakter-karakter tersebut harus diganti dengan
karakter islam yang lebih mementingkan tugas kerja kemanusiaan daripada
mementingkan kepentingan pribadi.
Maka
dari itu, perlu kiranya ada sebuah gebrakan untuk menyelesaikan masalah-masalah
itu. Untuk menyelesaikan sebuah masalah, dibutuhkan tokoh-tokoh untuk dijadikan
garda terdepan. Tokoh-tokoh ini harus terdiri dari manusia Indonesia yang
memiliki karakter bebas dari sistem kehidupan nyata, tidak memiliki banyak
kepentingan, dan beridealime tinggi, singkatnya adalah tokoh yang independentatif.
Jawaban dari setiap karakteristik itu adalah mahasiswa. Hanya mahasiswa yang
mungkin memiliki sifat independen dan idealisme yang terjaga.
Mahasiswa-mahasiswa
itu juga harus diklasifikasikan lebih dalam. Karena dewasa ini banyak mahasiswa
yang telah lari dari fungsi dan tugas
sebenarnya. Maka alat ukurnya adalah mahasiswa-mahasiswa yang membentuk sebuah
komunitas dan fokus dalam menjaga idealisme dan independensi.
Salah
satu yang dapat diklasifikasikan sebagai mahasiswa-mahasiswa dengan idealisme
dan independensi yang masih terjaga adalah mahasiswa-mahasiswa yang terhimpun
dalam Himpunan Mahasiswa Islam. Himpunan Mahasiswa Islam adalah sebuah
organisasi mahasiswa islam tertua Indonesia. Kendati begitu, bukan itu yang melegitimasi
Himpunan Mahasiswa Islam sebagai organisasi yang memiliki kualitas lebih dari
organisasi sejenisnya. Pepatah klasik membenarkannya, “umur yang tua bukan
sebuah garansi dari kedewasaan”.
Bukan
hanya satu yang melegitimasi Himpunan Mahasiswa Islam sebagai organisasi yang
berkualitas, banyak hal diantarannya yaitu Nilai-nilai Dasar Perjuangan, Tafsir
Independensi, Memori Penjelasan Islam sebagai Azas dan Tafsir Tujuan (Mission
HMI). Hal-hal itu akan menuntun manusia-manusia Indonesia untuk meninggalkan
karakter jahiliyah dan menuju karakter manusia islam. Maka telah terpenuhilah
syarat dalam memperbaiki masalah-masalah yang ada di Indonesia. Jika
dikerucutkan, Himpunan Mahasiswa Islam memkiliki tafsir independensi dan tafsir
tujuan sebagai senjata dalam menumpas biang-biang penyebab masalah di atas. Dengan
tafsir independensi, Himpunan Islam harusnya mampu menjaga independensi. Dengan
tafsir tujuannya, Himpunan Mahasiswa Islam harusnya mampu menciptakan sebuah
inovasi dalam menciptakan sebuah sistem lalu mengabdikannya untuk kepentingan
rakyat/ummat.
Sistem
itupun jangan dibiarkan hanya menjadi hiasan di dinding-dinding kehidupan
sosial Indonesia. Dibutuhkan realisasi dan aktualisasi dari sistem tersebut.
Salah satu caranya adalah mentransformasikan konsep sistem tersebut menjadi
sebuah produsen pemimpin masa depan Indonesia.
E.
Rumusan
Masalah
1. Kemelut
dan segala masalah berkaitan dengan kepemimpinan Indonesia dipengaruhi oleh
karakter manusianya.
2. Karakter
manusia muslim diperlukan untuk membenahi buruknya karakter manusia Indonesia.
3. Karakter
pencipta dan pengabdi adalah dua karakter yang dibutuhkan untuk membentuk
pemimpin yang kafah.
4. Pemimpin
masa depan Indonesia harus diciptakan sebagai tanda nyata atas upaya
menyelesaikan setiap permasalahan di Indonesia.
F.
Tujuan
Pembahasan
Tujuan
utama ditulisnya makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti
Latihan Kader III (Advance Training) Badko Kalimantan Barat 2015. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah khasanah keilmuan dalam bidang
ke-HMI-an.
BAB II
ISI
E.
Karakter
Manusia Indonesia
Indonesia
adalah bumi manusia yang sangat heterogen jika dilihat berdasarkan
peradabannya. Terdapat banyak petunjuk bahwa kerajaan-kerajaan kuno Indonesia
sangat dipengaruhi oleh peradaban Hindu. Sebaliknya, berdasarkan peninggalan
arkeologis serta data antropologis dan filologis, masyarakat Nusantara yang
dipengaruhi oleh peradaban India ternyata bukan langsung dating dari India,
juga mungkin bukan langsung berasal dari pantai-pantai Cina Selatan seperti
biasa diduga. Yang lebih mungkin, penduduk Nusantara merupakan campur-baur
kelompok manusia yang berasal dari, dan berkembang di berbagai wilayanh pulau
dan daratan disekelilingnya.[1]
Keberagaman peradaban Nusantara memastikan bahwa karakter-karakter manusianya
pun akan beragam (heterogen).
Peradaban
terus berkembang menuju modernitas dan karakter manusianya juga pasti
berkembang, namun tetap memiliki kuantitas yang sama, beragam. Beberapa
keberagaman karakter manusia-manusia Indonesia jelas terlihat dari zaman
kerajaan hingga sekarang. Pertama, tokoh-tokoh masyarakat sebut saja seperti
pemuka agama terlegitimasi sebagai kekuasaan yang lebih mutlak dibandingkan
pemimpin negara. Pola ini mengikuti budaya kekuasaan pendeta (hierocratic civilization), baik pendeta
Hindu maupun Buddha. Pola budaya seperti
ini khas, yaitu raja dipuji, tetapi pendetalah yang dimuliakan. Betapa hebat
pun raja, pendeta tetap lebih berkuasa dari pada raja.[2]
Pola budaya ini terus menyublim di bumi nusantara hingga menjadi karakter yang
cukup kuat mengakar pada mayoritas manusia Indonesia.
Kedua,
manusia Indonesia memiliki karakter ketidakdewasaan terhadap pluralitas dan
multikulturalisme. Ketidakdewasaan itu tersimbol dalam lemahnya apresiasi atas
multikulturalisme tersebut, sehingga yang terjadi adalah pola penyeragaman.
Seharusnya untuk merajut pluralism bangsa, maka pola dan strategi pembangunan
semestinya lebih berangkat dari paradigm budaya yang apresiatif atas
multikulturalisme.[3]
Ketiga,
pola membuat patuh manusia lain yang berstatus sosial lebih rendah dan pola
korupsi yang diadopsi dari pola-pola kolonialisme. Praktik karakter buruk
kolonialisme yang berlangsung hingga berabad-abad tersebut sangat mempengaruhi
karakter manusia Indonesia bahkan hingga kolonialisme telah lama berakhir. Baik
di daerah perkotaan maupun pedesaan, praktik membudaki manusia lain dan korupsi
sudah sangat menjamur di bumi Indonesia ini.
Itulah
tiga karakter manusia Indonesia yang tumbuh dan terus berkembang di Indonesia.
Sebenarnya, masih banyak karakter-karakter yang terlihat di setiap manusia
Indonesia. Mengerucutkan karakter manusia Indonesia ke dalam tiga karakter
tersebut disebabkan ketiganya adalah karakter yang menghambat tumbuh dan
berkembangnya karakter pemimpin yang ideal.
F.
Karakter
Muslim
Jika
karakter manusia Indonesia yang dipengaruhi pola kekuasaan kerajaan-kerajaan
kuno dan pola kolonialisme memberikan dampak buruk berupa penghambat timbulnya
karakter pemimpin ideal, maka dibutuhkan pola-pola alternatif untuk
memperbaikinya. Pola alternatif yang diajukan adalah pola karakter muslim atau
karakter manusia Islam. Pola karakter muslim ini kemudian akan mengantitesis
tiga karakter manusia Indonesia yang nota
bene merupakan penghambat tumbuh kembangnya karakter pemimpin Ideal.
Karakter
manusia muslim tersebut adalah pola karakter yang bukan buatan manusia, bukan
lahir dari sebuah budaya atau ideologi seseorang maupun sekelompok orang.
Pertama, Al-Qur’an dan Hadist adalah tempat mengembalikan segala masalah yang
terjadi. Kekuasaan mutlak tuhan dapat disaksikan langsung melalui Al-Qur’an dan
Hadist. Ini merupakan antithesis dari pola karakter manusia Indonesia yang
menganut paham bahwa pemuka agama merupakan hal mutlak untuk menentukan
segalanya. Jadi dalam praktiknya,
karakter manusia muslim yang pertama ini menjadikan Al-Qur’an dan Hadist
sebagai hal mutlak yang memegang kekuasaan menentukan setiap permasalahan
berikut pemecahannya. Slogan “kembali kepada Al-Qur’an dan Hadist” tentu tidak
mengandung masalah penolakan atau penerimaan. Tetapi segi pelaksanaannya akan
berbeda. Sebab, di sini menyangkut tingkat pengetahuan dan pengertian:
menyeluruh atau parsial, aksentuasi yang tepat atau tidak, latar belakang
pendidikan, lingkungan dan kepentingan.[4]
Hal ini lebih diperkuat dengan QS. An-Nisa : 59, “Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”. Jadi, dalam karakter manusia muslim
mengarah pada kepatuhan terhadap yang lebih haq dan sempurna, bukan pada
tokoh-tokoh yang hanya manusia biasa.
Kedua, karakter manusia muslim memiliki semangat apresiatif
terhadap multikulturalisme dan pluralitas. Ini adalah antithesis dari karakter
manusia Indonesia yang lemah dalam meberikan apresiasi terhadap
multikulturalisme dan pluralitas. Karakter menghargai sebuah pluralitas
didukung oleh QS. Al-KaaFirun : 1-6. Sebagai contoh, mulai dari zaman kerasulan
hingga kekhilafahan, karakter manusia muslim yang terbawa tidak semena-mena
menghancurkan budaya-budaya pada suatu tempat target misi keislaman. Tentu saja
budaya-budaya yang diindahkan dan diapresaisi itu adalah budaya yang sama
sekali tidak bertentangan pada Al-Qur’an dan Hadist. Bahkan budaya itu membantu
manusia muslim dalam mengembangkan peradaban-peradaban di daerah kekuasaannya.
Ketiga,
karakter muslim yang mengacu pada keadilan sosial, jika meminjam kata-kata
Nurcholis Majid, “cita-cita keadilan sosial dalam Islam. Karakter ini merupakan
antithesis dari karakter buruk manusia Indonesia yang melanggamkan penindasan
dan korupsi. Cita-cita tersebut dapat dirasakan denyut nadinya yang kuat pada
beberapa surah-surah atau ayat-ayat dalam Al-Qur’an. Keprihatinan Rasulullah
mengenai masyarakat Makkah yang mengindahkan praktik politeisme dan kezaliman
(ketidakadilan) sistem ekonominya. Politeisme dipandang sebagai dosa yang tak
terampuni (QS. An-Nisa’ : 48 dan 116), karena ia merupakan kejahatan terbesar
manusia kepada dirinya sendiri (QS. Luqman : 13). Dalam hukum fiqih, cita-cita
ini dijabarkan menjadi ketentuan tentang halal dan haram dalam perolehan
ekonomi (tidak boleh ada penindasan oleh manusia atas manusia (QS. Al-Baqarah :
279) dan tidak boleh ada pembenaran pada “struktur atas”, khususnya sistem
pemerintahan dan perundangan, terhadap praktik-praktik penindasan (QS.
Al-Baqarah : 188).[5]
Jadi, terlihat jelas bahwa islam mewajibkan manusianya untuk menghindarkan
karakter yang terbiasa dengan penindasan dan korupsi.
Ketiga
karakter manusia muslim ini adalah karakter yang ditunjukkan Allah SWT. melalui
hudan (hidayah/petunjuk/kitab)-Nya.
Jadi, ketiga karakter muslim itu adalah haq dan sempurna untuk dipraktikkan
dalam kehidupan bersosial setiap manusia.
G.
Membentuk
karakter pencipta dan pengabdi
Pemimpin
adalah sosok manusia yang mampu mempengaruhi banyak orang untuk menjalankan apa
yang dikehendakinya. Pemimpin yang baik seharusnya mampu memberikan pengaruh
yang baik agar apa yang dijalankan orang-orang yang dipengaruhinya menjalankan
sesuatu yang baik pula. Seseorang yang diplot sebagai pemimpin sudah pasti
memiliki tingkat intelektual atau akademis yang lebih dibandingkan yang lain.
Namun tidak semua pemimpin mampu mentransformasikan keintelektualan dan
keakademisannya menjadi sebuah karya cipta. Kemudian, apabila ia tidak mampu
menciptakan karya cipta, sudah dapat dipastikan juga tidak mampu mengabdi pada
banyak orang yang membutuhkan kepemimpinannya.
Maka
dari itu, perlu dan sangat penting adanya karakter pencipta dan pengabdi pada
diri setiap pemimpin agar seyogyanya juga mampu menciptakan dan mengabdi.
Karakter pencipta dan pengabdi ini erat hubungannya dengan kualitas insan cita
Himpunan Mahasiswa Islam. Substansi pada karakter pencipta dan pengabdi ini
meliputi tiga hal, yaitu:[6]
1. ikhlas dan sanggup berkarya demi
kepentingan orang banyak atau untuk sesama umat manusia.
2.
Sadar membawa tugas insan pengabdi, bukannya hanya membuat dirinya baik
tetapi juga membuat kondisi sekelilingnya menjadi baik.
3.
Insan akademis, pencipta, dan pengabdi adalah yang bersungguh-sungguh
mewujudkan cita-cita dan ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan
sesamanya.
Jika
dilihat dari substansi karakter pencipta dan pengabdi di atas, harusnya
kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam dapat menjadi pemimpin masa depan yang
ideal untuk Indonesia. Kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam memiliki dasar
pemikiran yang kuat untuk memimpin bangsa menuju masa depan yang lebih baik. Karakter
pencipta dan pengabdi sudah teraktualisasi sejak orde baru. Aktualisasi
tersebut dibuktikan oleh goresan-goresan sejarah pergerakan Himpunan Mahasiswa
Islam.
Salah
satu aktualisasi dan partisipasi terbesar dari karakter pencipta dan pengabdi
Himpunan Mahasiswa Islam terjadi setelah tatanan orde baru sudah mantap.
Bentuk-bentuk partisipasi Himpunan Mahasiswa Islam, anggota dan alumninya dalam
menunjang pembangunan yang dimulai tahun 1969 hingga sekarang meliputi (a)
partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim, yang memungkinkan
dilaksanakannya pembangunan, (b) partisipasi dalam pemberian konsep-konsep
dalam berbagai aspek pemikiran, (c) partisipasi dalam bentuk pelaksanaan
langsung dari pembangunan.[7]
Namun
dewasa ini, Himpunan Mahasiswa Islam mengalami degradasi nilai yang akhirnya
mencitrakan dirinya sebagai organisasi mahasiswa yang membentuk mesin-mesin
intelektual penerus pemimpin rakus dan bersifat colonial. Bukan tanpa alasan, telah
banyak alumni-alumni Himpunan Mahasiswa Islam yang justru menjadi tokoh
intelektual praktik penindasan dan korupsi di negeri ini.
Manifestasi
dari pencipta dan pengabdi itu memang harus dimulai dari sebuah gerakan
intelektual dan itu menjadi pilihan utama, namun bukan dengan gerakan tipu
muslihat berupa penindasan. Harusnya persoalan intelektual, sebagaimana
tercermin dalam ajaran islam, secara formulatif adalah faktor paling
determinatif, dalam mempengaruhi dan mengarahkan aspek-aspek penting kehidupan
manusia lainnya. [8] Karena
itu pilihan pendekatan yang ditempuh Himpunan Mahasiswa Islam dalam rangka
mewujudkan cita-citanya untuk “masyarakat yang diridhoi Allah SWT, bukan saja
pilihan yang tepat bagi eksistensinya sendiri, tetapi sekaligus juga mengisi
sebuah “kekosongan” bentuk atau manifestasi gerakan Islam.[9]
Ketika
berhasil memiliki karakter akademis dan pencipta, kader-kader maupun alumni
Himpunan Mahasiswa Islam juga harus memiliki karakter pengabdi yang benar-benar
berorientasi melawan penindasan dan bukan menjadi penindas walaupun jalan yang
ditempuh sangat terjal. Tugas-tugas sebagai pengabdi memang memerlukan keuletan
dan ketabahan. Di samping itu juga sebagai pejuang harus menyadari bahwa
perjuangan itu memerlukan waktu yang panjang karena umur dari perjuangan itu
lebih panjang dari umur manusia yang melakukannya.[10]
H.
Menyegarkan
kembali HMI sebagai upaya menciptakan pemimpin masa depan Indonesia.
Begitu
kencang angin yang menerpa tubuh Himpunan Mahasiswa Islam. Begitu banyak pisau
tajam yang menghunus nadi-nadi Himpunan Mahasiswa Islam. Dengan begitu banyak
dinamika yang terjadi baik itu dari internal dan eksternal, kader-kader
Himpunan Mahasiswa Islam harus bangkit membenahi diri dan organisasi. Sebelum
memrencanakan masa depan yang lebih baik demi terwujudnya “masyarakat adil
makmur”, kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam terlebih dahulu harus
bertransformasi. Kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam harus mentransformasikan
karakternya terlebih dahulu. Mereka harus mampu menyisihkan karakter buruk
manusia Indonesia dan berubah menjadi manusia yang berkarakter sesuai ajaran
Islam (karakter manusia muslim).
Himpunan
Mahasiswa Islam harus disegarkan kembali. Setiap kader-kader HMI juga harus
mengembalikan arahnya pada “The HMI Way”. The HMI Way tersebut meliputi empat
hal. Pertama, negara bukanlah pusat perubahan dan sumber daya politik
satu-satunya. Kedua, dunia telah memasuki abad ke-21 yang menuntut perlakuan
berbeda dari abad ke-20. Ketiga, kesanggupan bersaing HMI di tengah kemunculan
organisasi intelektual muslim baru yang justru diprakarsai oleh eks aktivis HMI
tahun 1970-an dan 1980-an yang aktif di Lembaga Dakwah Kampus. Akhirnya secara
objektif, siapapun akan berharap jika The HMI Way atau jalan yang dipilih HMI
akan dapat menjawab tantangan zaman kekinian dan masa depan. [11]
Ketika
kader-kader HMI telah memiliki karakter sesuai dengan ajaran Islam dan
menjalankan The HMI Way dengan baik,
maka akan lahirlah pemimpin-pemimpin masa depan Indonesia dan tentu saja yang
baik. Pemimpin yang baik mampu membuat pengikut-pengikutnya itu tunduk karena
keinsafan karena ketaatan, bahkan tunduk karena merasa bersyukur mendapat
bimbingan, dan secara ikhlas menjalankan perintah-perintah dan instruksi dari
pemimpin, bukan karena takut.[12]
Salah
satu sosok pemimpin yang bias menjadi panutan bagi seluruh kader HMI yang
bercita-cita menjadi pemimpin masa depan Indonesia adalah Nurcholis Majid.
Kualitas yang dibentuknya dari proses perjalanan ke berbagai negara diabdikan
untuk Indonesia walaupun ia pernah diminta mengabdi di Universitas Chicago
Amerika Serikat. Calon pemimpin masa depan Indonesia harus mengadopsi
semangatnya. Melakukan pencerahan-pencerahan dan terus berjuang tak kenal lelah
membawa Islam Indonesia menjadi agama yang modern sekaligus sebagai lokomotif
pembangunan negara yang berkeadaban.[13]
HMI
berhasil menciptakan kultur atau budaya organisasi yang mantap dan mapan. [14]
Itu merupakan modal yang sangat berharga bagi kader-kader HMI dlam memperbaiki
diri dan organisasi hingga HMI menjadi produsen pemimpin-pemimpin masa depan
Indonesia, tentu saja yang berkualitas, baik, dan melawan penindasan.
BAB III
PENUTUP
C. Kesimpulan
Sebagai
organisasi mahasiswa Islam terbesar dan tertua di Indonesia yang telah melewati
berbagai dinamika, harusnya Himpunan Mahasiswa Islam mampu menjadi organisasi
yang lebih dewasa dan berpengalaman. Kedewasaan tersebut harus diaktualisasikan
pada penciptaan calon-calon pemimpin masa depan Indonesia.
Himpunan
Mahasiswa Islam harus mengembalikan dirinya pada substansi dan khittah yang
sebenarnya. HMI memiliki berbagai hasil pemikiran seperti NDP, tafsir tujuan,
tafsir independensi, dan sebagainya. Itu adalah modal berharga dalam proses
menghasilkan calon-calon pemimpin masa depan Indonesia.
Selain
itu, kader-kader Himpunan Mahasiswa harus meninggalkan karakter-karakter buruk
kebanyakan manusia Indonesia dan membentuk karakter-karakter sesuai dengan
ajaran Islam yang haq dan sempurna. Dengan begitu, niat untuk menjadi pencipta
dan pengabdi akan benar-benar dicapai oleh kader maupun alumni HMI. Amiin,
Yakin Usaha Sampai!
D. Saran
Ada
yang jauh lebih penting dari sekedar kekuasaan struktur di HMI, ialah substansi
dan prinsip HMI itu sendiri. Sudah saatnya kader HMI mengubah paradigm bahwa
kekeuasaan adalah segalanya.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Alfan. HMI 1963-1966. Jakarta: Kompas, 2013.
Bustami, Abu Yazid. HMI Masih Ada: Refleksi Para Kader.
Depok: Penerbit Layar Terkembang, 2014.
Kurnia, Ahmad Doli. Nasionalisme Kaum Muda. Jakarta: Pustaka
Alvabet, 2005.
Majid, Nurcholis. Islam kemodernan dan keindonesiaan.
Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013.
Moerdiono dkk. HMI Menjawab Tantangan Zaman. Jakarta:
PT. Gunung Kulabu, 1990.
Simbolon, Parakriti T. Menjadi Indonesia. Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara, 2006.
Sitompul, Agussalim. Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan
Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia. Jakarta: CV Misaka Galiza, 2008.
Solichin. HMI Candradimuka Mahasiswa. Jakarta: Sinergi Persadatama
Foundation, 2010.
Suharsono. HMI: Pemikiran dan Masa Depan. Yogyakarta: CIIIS Press, 1997.
Tarigan, Azhari Akmal. Jalan Ketiga Pemikiran Islam HMI.
Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008.
Curicculum vitae
Nama :
Muhammad Alwi Hasbi Silalahi
TTGL :
Labuhan Deli, 04 Desember 1991
Alamat : jl. Adinegoro 15, Medan
No HP : 081260817222
Asal Cabang :
Himpunan Mahasiswa islam (HMI) Cabang Medan
Jenjang Pendidikan : - MIN
Pulau Rakyat Tua (Tamat)
-
MTS Pulau Raja (Tamat)
-
SMK N-1 Pulau
Rakyat Tua (Tamat)
-
IAIN SUMATERA
UTARA (SEKARANG)
Jenjang
Training : - LK-1 (HMI Cabang Medan) (2010)
-
LK-2 (HMI Cabang
Labuhanbatu Raya) (2012)
Peng
Organisasi : -
Dep. PTKP HMI Kom’s Syariah IAIN
Sumut (2010-2011)
-
Wasekum PTKP HMI Kom’s Syariah IAIN SU (2011-2012)
- Dep.HUKUM & HAM HMI Cabang Medan (SEKARANG)
MOTTO
: Lakukan yang terbaik
dan tetap semangat. Yakin Usaha Sampai
[1] .
Simbolon, Parakriti T. Menjadi Indonesia.
Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2006. Hal: 7
[2] .
Simbolon, Parakriti T. Menjadi Indonesia.
Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2006. Hal: 9
[3]
Kurnia, Ahmad Doli. Nasionalisme Kaum
Muda. Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005. Hal: 48
[4] Majid, Nurcholis. Islam kemodernan dan keindonesiaan. Bandung: PT Mizan
Pustaka,2013.Hal: 288.
[5] Majid, Nurcholis. Islam kemodernan dan keindonesiaan. Bandung: PT Mizan
Pustaka,2013.Hal: 128-129
[6]
Solichin. HMI Candradimuka Mahasiswa.
Jakarta: Sinergi Persadatama Foundation, 2010. Hal: 202
[7] .
Sitompul, Agussalim. Pemikiran HMI dan
Relevansinya dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia. Jakarta: CV Misaka
Galiza, 2008. Hal: 52.
[8] .Suharsono.
HMI: Pemikiran dan Masa Depan. Yogyakarta:
CIIIS Press, 1997. Hal: 124.
[9] .
Suharsono. HMI: Pemikiran dan Masa Depan.
Yogyakarta: CIIIS Press, 1997. Hal: 125.
[10] .
Sitompul, Agussalim. Pemikiran HMI dan
Relevansinya dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia. Jakarta: CV Misaka
Galiza, 2008. Hal: 218
[11]
Bustami, Abu Yazid. HMI Masih Ada: Refleksi
Para Kader. Depok: Penerbit Layar Terkembang, 2014. Hal 107-108
[12]
Moerdiono dkk. HMI Menjawab Tantangan
Zaman. Jakarta: PT. Gunung Kulabu, 1990. Hal: 78
[13] .
Tarigan, Azhari Akmal. Jalan Ketiga
Pemikiran Islam HMI. Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008. Hal: 194.
[14] .
Alfian, Alfan. HMI 1963-1966.
Jakarta: Kompas, 2013. Hal: 256
Tidak ada komentar:
Posting Komentar